JAKARTA – Persoalan pro dan kontra terhadap Daerah Otonomi Baru (DOB) masih menjadi perdebatan tersendiri di kalangan masyarakat, salah satunya adalah persoalan keamanan dan kepastian nasih masyarakat Papua pasca terbitnya UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.

Salah satunya yang menyoroti adalah pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo.

Ia menilai, bahwa pemekaran wilayah di Papua adalah sesuatu yang penting dan perlu didukung oleh seluruh masyarakat Indonesia.

“Dari segi pulau, Papua terbesar di Indonesia dan nomor dua di dunia. Penting dilakukan pemekaran, dan memang diakui terjadi pro kontra,” kata Karyono Wibowo dalam diskusi publik dengan tema “Ribut DOB, Pemekaran Papua, Apa Kata Pengamat?” di Resto Hotel Bintang Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Senin (23/5).

Ada dua faktor penting yang disoroti Karyono mengapa Papua penting dilakukan pemekaran wilayah. Salah satunya dari segi kultural. Papua memiliki multi bahasa dan budaya sehingga perlu dilakukan pembagian wilayah yang lebih banyak.

“Dari aspek kultural dan budaya, Papua sangat heterogen, berapa suku dan bahasa di sana, secara geografis sangat beragam, maka tepat jika papua dimekarkan,” ujarnya.

Kemudian dari aspek pembangunan, sejauh ini menurut Karyono masih banyak yang belum tersentuh, karena banyaknya wilayah di Papua yang terisolir dari perhatian pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

“Di papua sampai saat ini banyak daerah terisolir, tertutup dan belum nikmati pembangunan, banyak wilayah tertinggal, dengan pemekaran banyak wilayah terisolir bisa terbuka. Dgn pemekaran, bisa memperkecil kesenjangan sehingga di situ bisa ditingkatkan pembangunan infrastruktur, jembatan, irigasi dan sebagainya sehingga terjadi pemerataan pembangunan,” terangnya.

“Kalau mau pembangunan yang adil dan merata, salah satunya adalah pemekaran,” tegasnya.

Pun demikian, Karyono Wibowo menyarankan agar ada dialog yang lebih mendalam dan holistik kepada masyarakat asli Papua, tujuannya adalah untuk memastikan kebijakan apa yang tepat diambil pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan di wilayah Indonesia Timur itu.

“Saya usulkan supaya ada riset apakah itu riset kuantitatif, kualitatif, FGD, indeks review untuk menjadi referensi pengambil keputusan. Riset ini kompas di tengah kebingungan pada masyarakat, maka dengan data yang komprehensif bisa menjadikan rakyat papua lebih sejahtera dan berkembang,” tuturnya.

Dalam kesempatan yang sama, pengamat intelijen dan keamanan, Stanislaus Riyanta menilai, bahwa persoalan kerawanan ancaman keamanan di Papua akan terus terjadi ketika pemerintah tidak hadir untuk mengawal kepentingan masyarakat asli Papua.

“Gangguan keamanan akan terjadi ketika kerawanannya tinggi,” kata Stanislaus Riyanta.

Dan solusi untuk mengurai dan mengantisipasi tingkat kerawanan ini adalah dengan kehadiran pemerintah di Papua, di mana negara memastikan rakyat Papua bisa mencapai kesejahteraan mereka.

Dampaknya kata Stanis adalah kelompok separatis seperti Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang hanya segelintir saja tersebut akan terganggu, karena upaya mereka untuk mempengaruhi masyarakat agar pro terhadap gerakan separatisme bisa terhambat. Namun dampak positifnya, masyarakat asli Papua merasa lebih percaya kepada pemerintah dan semakin memeluk NKRI.

“Ketika ada peran pemerintah yang masuk, maka wilayah akan diperhatikan dan kesejahteraan serta kualitas hidup masyarakat akan diupayakan, sehingga kelompok separatis ini akan merasa terganggu (kepentingannya),” tuturnya.

Langkah yang bisa diambil oleh pemerintah menurut Stanis adalah dengan peningkatan intensitas dialog dengan masyarakat asli Papua. Sekaligus dipastikan bahwa yang diajak dialog adalah mereka yang merepresentasikan masyarakat asli, bukan hanya sekedar elite atau malah mereka yang sama sekali tidak paham Papua.

“Dialog sering dilakukan, tapi harus dilakukan secara intens dan didahului dengan pemetaan stakeholder. Harus dipastikan siapa yang diajak ngomong dan mereka adalah yang benar-benar ngerti papua, sehingga pemetaan penting,” tandasnya.

Lulusan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia itu pun mengajak agar masyarakat Papua khususnya kaum muda dan intelektualnya bisa lebih kritis terhadap kondisi Papua, khususnya soal transparansi dan penggunaan anggaran dana otonomi khusus yang digelontorkan oleh pemerintah pusat melalui dana APBN.

“Teman-teman di Papua harus kritis, bagaimana penggunaan dana otsus, bagaiman penggunaanya. Kalau ada potensi penyimpangan tapi gak ada yang kritis maka akan susah. Kalian haris pastikan benar-benar sampai gak dananya sehingga anggarannya sampai dan terserap untuk kepentingan masyarakat,” pungkasnya.

Temukan juga kami di Google News.