Jakarta – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% merupakan amanat undang-undang yang harus dijalankan oleh pemerintah. Kenaikan PPN untuk barang mewah diyakini tak akan berpengaruh pada sektor komoditas umum masyarakat.
“Ini merupakan amanat undang-undang yang telah disepakati bersama dan kebijakan PPN 12% sudah melewati pertimbangan teknokratis yang saksama sehingga tidak akan memukul daya beli masyarakat atau menimbulkan inflasi yang tak terkendali,” kata Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir, hari ini.
Adies mengatakan kenaikan PPN menjadi 12% merupakan amanat dari UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Menurut Adies, PPN 12% tidak akan memukul daya beli masyarakat lantaran disebut hanya 33% barang dan jasa yang merupakan objek PPN dan selebihnya, yaitu 67%, tidak dikenai PPN.
“Artinya, sebagian besar komoditas yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari tidak terpengaruh oleh kenaikan tarif PPN,” ungkap Adies.
Ia mengatakan daftar barang dan jasa yang bebas PPN adalah barang pokok dan kebutuhan sehari-hari yaitu beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar dan gula konsumsi. Termasuk pula jasa kesehatan, pendidikan, transportasi umum, tenaga kerja, keuangan dan asuransi, rumah sederhana, serta pemakaian listrik dan air minum.
Adies menjelaskan kenaikan PPN di Indonesia dianggap relatif lebih longgar dibandingkan negara lain, seperti Vietnam. Untuk Vietnam, batas bawah tarif PPN adalah 5%, sedangkan Indonesia 0% yang mencakup 67% atau sebagian besar barang konsumsi masyarakat.
“Jangan sampai hitung-hitungan teknokratis yang matang malah jadi meleset karena adanya sentimen negatif di pasar dan di industri. Saya harap seluruh pihak bijak menyikapi kenaikan pajak ini,” ungkap Adies.
Tinggalkan Balasan