Jakarta – Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan telah diumumkan di Istana Negara, Jakarta, Jumat (29/11/2024). Besaran kenaikan upah itu pun telah ditetapkan di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 16/2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025, yang ditetapkan dan berlaku pada tanggal 4 Desember 2024.

Berbeda dari tahun sebelumnya, angka 6,5 persen ini diberlakukan untuk kenaikan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kota/ kabupaten (UMK) 2024. Meski tidak ditetapkan batas atas dan bawah, pemerintah mewajibkan kenaikan harus 6,5 persen boleh di atasnya, namun tak boleh kurang dari 6,5 persen. Penetapan kenaikan 6,5 persen itu kemudian memicu beragam reaksi.

Mengingat hal tersebut, Sabilar Rosyad selaku Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Senin (9/12/2024) telah membahas lingkup kenaikan UMP 6,5 persen.

Dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan UMP sering kali dinilai minim atau bahkan stagnan. Namun dengan keputusan kenaikan sebesar 6,5 persen ini, dianggap cukup signifikan apabila dibandingkan dengan kenaikan di tahun-tahun sebelumnya, terutama jika inflasi dan pertumbuhan ekonomi mendukung.

Dari pertemuan kemarin, terungkap bahwa pihak buruh mengusulkan kenaikan sebesar 10 persen, sementara pengusaha mengajukan 3 persen. Sebagai solusi yang adil dan seimbang, pemerintah menetapkan kenaikan sebesar 6,5 persen.

Kebijakan 6,5 persen ini mencerminkan posisi pemerintah yang netral, tidak memihak sepenuhnya kepada buruh maupun pengusaha. Sehingga pemerintah menciptakan keseimbangan antara kepentingan kedua pihak.

Selanjutnya untuk UMSP dan UMSK mekanisme kenaikan diserahkan kepada dewan pengupahan provinsi dan dewan pengupahan kabupaten/kota untuk dilakukan perundingan. Prinsipnya upah minimum sektoral nilainya harus di atas UMP dan UMK. Sebagaimana permenaker No. 16/2024 upah sektoral diperuntukkan bagi sektor industri yang memiliki resiko kerja yang tinggi dan skill khusus.

Sabilar Rosyad mengatakan bahwa pihak buruh memahami pentingnya keberlangsungan usaha para pengusaha sebagai mitra dalam menciptakan lapangan kerja. Mereka tidak menginginkan kebijakkan yang memberatkan hingga mengancam kelangsungan bisnis, karena tanpa pengusaha, pekerja tidak akan memiliki tempat untuk bekerja.

Oleh karena itu, buruh mendukung solusi yang adil, yang tidak hanya memperjuangkan kesejahteraan pekerja tetapi juga menjaga keberlanjutan dunia usaha. Hal ini menunjukkan kesadaran buruh akan pentingnya keseimbangan antara kebutuhan ekonomi pekerja dan kemampuan pengusaha.

Dengan adanya keputusan kebijakan kenaikan sebesar 6,5 persen, saat ini pemerintah mulai menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap kesejahteraan buruh, yang tercermin dari kebijakan yang lebih seimbang dalam menetapkan upah minimum. Di sisi lain, pengusaha saat ini lebih memprioritaskan perlindungan usaha dari pemerintah agar dapat terus menjalankan bisnis mereka dengan stabil.

Maka, akan tercipta pertumbuhan ekonomi dalam tren positif dan tercipta kolaborasi antara pemerintah, buruh dan pengusaha untuk menciptakan ekosistem yang saling mendukung demi kemajuan bersama.

Dengan terciptanya situasi saat ini, Sabilar mengakui pihak buruh merasa lebih nyaman karena komunikasi antara semua pihak mulai terbuka.

“Jika pengusaha menghadapi kesulitan atau pemerintah memiliki kendala, pihak buruh siap berdiskusi secara transparan untuk mencari solusi bersama,” jelasnya.

Pendekatan ini mencerminkan sikap saling memahami, seperti terlihat ketika buruh mengusulkan kenaikan 10 persen, namun tetap menerima keputusan pemerintah di angka 6,5 persen sebagai langkah kompromi.

Buruh tidak memaksakan kehendak, karena mereka juga menyadari pentingnya keberlangsungan usaha. Pabrik adalah ibarat “sawah ladang” para buruh, tempat bergantungnya penghidupan. Sehingga menjaga keseimbangan antara kepentingan buruh dan pengusaha menjadi prioritas utama.

Temukan juga kami di Google News.