Jakarta – Pengembangan kasus gas alam cair atau LNG (liquefied natural gas) Pertamina pada empat pengadaan LNG lainnya, setelah vonis Karen Agustiawan, harus segera dituntaskan. Hal ini diungkapkan olrh Ahmad Aron Hariri, Peneliti Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK).

“KPK tidak boleh bertele-tele dalam memproses pengembangan perkara ini karena terdapat kerugian negara sangat besar dalam kasus tindak pidana korupsi (TPK) tersebut.” tegasnya, hari ini.

Kebijakan pengadaan LNG Portofolio yang bersumber dari domestik dan internasional telah dilakukan petamina dalam kurun waktu 2013-2019. Dalam kurun tersebut, ada enam penandatanganan LNG Sale Purchase Agreement (SPA) yang salah satunya telah menjerat mantan Direktur Karen Agustiawan dengan vonis 9 tahun penjara.

“Penetapan dua tersangka baru, yakni HK dan YA, dalam pengembangan kasus LNG harus dapat menjerat para pejabat tinggi lainnya. Sebab, pengadaan LNG pada masa tersangka menjabat, terdapat empat Sale Purchase Agreement (SPA), perjanjian pengadaan LNG yang dilakukan Pertamina.” beber Rere, sapaan akrabnya.

Perjanjian tersebut yaitu perjanjian 30 juni 2015, perjanjian 29 januari 2016, 21 november 2016, dan perjanjian pengadaan LNG pada 5 juni 2017.

Kebijakan perjanjian pengadaan LNG pada periode tersebut tentunya tidak terlepas dari kebijakan pejabat di atasnya yang kala itu existing.

“Maka LSAK memdesak agar KPK juga memeriksa mantan Direktur Pertamina Dwi Soetjipto dan mantan Menteri ESDM Sudirman Said.” tutupnya.

Temukan juga kami di Google News.