Jakarta – Revisi UU TNI dikritisi oleh Wakil Koordinator KontraS Andy M. Rezaldy. Menurutnya perubahan itu bisa menimbulkan problematika baru. Terutama terkait dengan reformasi peradilan militer.
Andy menyebut hal itu bisa menjadi kendala penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Wacana perubahan UU TNI ini juga mendorong perubahan pasal terkait peradilan militer, dimana peradilan militer akan mengadili semua jenis kejahatan yang dilakukan oleh militer.
“Ini tentu akan semakin mempersulit proses pencarian keadilan bagi korban pelanggaran HAM berat di kemudian hari,” kata Andy dalam diskusi bertajuk “Problematika Revisi UU TNI Ditinjau dari Perspektif Hukum, Politik, dan Hak Asasi Manusia” di FISIP UIN Jakarta, Selasa (4/7/2023).
Ia meyakini hal inimerupakan sebuah bentuk kemunduran karena dalam UU TNI yang berlaku saat ini, jika militer melakukan kejahatan pidana umum seharusnya diproses melalui peradilan umum, jika prajurit melakukan kejahatan militer maka diproses melalui peradilan militer.
Meski UU TNI terkait peradilan militer ini belum pernah dilaksanakan karena UU No. 31 tahun 1997 tak kunjung direvisi.
“Peradilan militer ini menjadi ruang impunitas atas kejahatan yang dilakukan oleh oknum anggota militer. Impunitas dalam arti peniadaan hukuman atau hanya diberi penghukuman yang ringan,” ucapnya.
Sementara itu peneliti senior Centra Initiative Swandaru menyoroti agenda reformasi sektor keamanan yang belum selesai hingga saat ini.
Dia mengatakan, ada beberapa agenda reformasi TNI yang belum dilaksanakan meski telah diamanatkan dalam berbagai aturan hukum; yaitu reformasi peradilan militer, restrukturisasi komando territorial, pengaturan penempatan prajurit militer aktif di jabatan sipil.
Di tengah kondisi itu, muncul wacana dan draft revisi UU TNI yang menurutnya dapat menghambat proses reformasi sektor keamanan.
Bahkan, berpotensi mengembalikan “dwifungsi” militer karena terdapat sejumlah pasal bermasalah didalamnya.
“Diantaranya adalah terkait kewenangan peradilan militer untuk mengadili semua jenis kejahatan yang dilakukan oleh anggota militer aktif. Hal ini bertentangan dengan prinsip persamaan dimuka hukum atau equality before the law,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan