JAKARTA – Belakangan ini sorotan publik tertuju pada Bjorka yang disebut hacker karena menyebarkan data pejabat publik.

Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta menyebutkan bahwa data yang ditampilkan dan diakui sebagai hasil peretasan terlihat masih data umum, yang sebagian besar bisa diperoleh dari wikipedia atau CV.

“Selain itu percakapan yang bisa menggambarkan motiv dari pelaku juga perlu dicermati. Karena menyinggung politik praktis bahkan yang bersifat lokal, akan janggal jika itu hacker level internasional,” tegas Stanislaus, hari ini.

Biasanya, kata Stanis, ada tiga motiv seseorang melakukan peretasan. Pertama motiv ekonomi misal dengan meminta tebusan atau keuntungan lain. Kedua motiv balas dendam misalnya pelaku atau orang terdekatnya pernah menjadi korban dari pemilik sistem yang diretas. Dan ketiga motiv eksistensi untuk menunjukkan kemampuan dan kebutuhan supaya diakui.

Di sisi lain, lanjut dia, Pemerintah memang perlu melakukan tindakan kongkret dengan melindungi data dan sistem cybernya sehingga bisa tangguh dalam menghadapi berbagai serangan.

“Membangun cyber security tidak bisa dilakukan sendirian oleh pemerintah, perlu menggalang dan melibatkan komunitas IT yang diyakini jumlahnya cukup melimpah di Indonesia. Pelibatan komunitas IT ini apalagi jika negara yang meminta pasti akan disambut dengan gembira dan ikhlas,” jelasnya.

Ia melanjutkan meskipun harus diakui terlambat namun upaya membentuk Emergency Response Team (ERT), dan peryataan dari BSSN untuk mengejar pelaku harus diapresiasi. Publik pasti menanti hasil kerja dari ERT tersebut.

“Saya kira belum ada bukti yang menunjukkan bahwa Bjorka adalah pengalihan isu FS, ini hanya asumsi sebagian publik saja. Sebaiknya fokus bagaimana menangani dan membangun sistem security siber yang tangguh supaya data aman dan mampu menghadapi serangan,” tukasnya.

Temukan juga kami di Google News.